Kamis, 28 Januari 2016

Tarbiyah Ruhiyah tentang Kematian



Pertama

Pukul 07.30 anak dari guru kami yang baru berumur 5.8 tahun menghembuskan nafas terakhir di RS. Wahidin, Makasaar. Setelah 7 hari tak sadarkan diri anak yang sangat disayangi ini pergi untuk selamanya. Air mata kami tak dapat tertahankan saat itu juga. Pagi itu yang ikut menemani mejaga di rumah sakit sejak semalam; Yudi, Nur, Asrul dan saya.

Sebelumnya, sekitar pukul 06.00 beberapa ustadz beserta istrinya hadir untuk menjenguk. Diantaranya Ustadz Jafar dan Ustadz Harun. Selama waktu itu hingga menjelang wafatnya sempat kulihat anak itu bernafas tersengal-sengal beberapa lama. Menurut orang tuanya sudah hampir setiap pagi demikian. Tak berapa lama kemudian tenang lagi. 

Di malam hari sebelumnya dari luar kami melihat kedua orang tuanya senantiasa berada di sampingnya. Dengan harapan yang besar semoga segera ada perubahan.

Beberapa saat setelah kepergiannya, berita langsung disebarkan ke ikhwah-ikhwah lain melalui telpon dan sms atas duka tersebut. 

Anak itu kemudian dibawa pulang pagi itu juga. Dengan cepat ikhwah yang ada di Makassar berkumpul dan membantu persiapan pemakaman. Usai disholati, sekitar pukul 10 langsung dimakamkan di pekuburan Sudiang. Siang itu hingga malam banyak pelayat yang datang. 

Malam harinya diadakan takziah dengan kegiatan ceramah yang dibawakan oleh Ustadz Mujetaba.

Makassar, 1 Januari 2006 (Catatan dari buku diary 10 tahun yang lalu)


Kedua

Hujan semalam membuat air tertampung di atas atap tenda yang terpasang di halaman depan rumah guru kami. Malam itu Yudi, Upe, Ridwan dan saya menginap di rumah guru kami. Tiang penegar dan pembujur tenda melengkung karena menahan berat air yang tertampung diatasnya.

Ba'da shalat subuh guru kami membuka laptopnya dan memperlihatkan kenangan rekaman foto dan video terakhir anaknya. Tampak dalam foto tersebut dia bermain-main di lapangan bola samping rumah, main sepeda dan bermain-main dengan saudara-saudaranya. Begitu mengharu biru perasaan kami saat itu. Sepintas terlihat guru kami terdiam beberapa saat. Memandang foto anaknya dengan penuh perasaan.

Begitu cepat dia pergi, gumanku dalam hati.

Semalam Ustadz Mujetaba dalam ceramah takziyahnya menguraikan tema tentang kematian.

Ditekankan oleh beliau bahwa peristiwa kematian adalah salah satu sarana yang bisa mentarbiyah kita. Kematian adalah kejadian yang menyentuh aspek tauhid. Dia adalah proses yang akan menguji kadar salimatul aqidah, kadar shahihul ibadah dan kadar matinul khuluq seseorang.

Dengan kematian juga, seseorang ditarbiyah untuk ridha dan yakin atas ketentuan Allah. Dengan kematian, seseorang akan ditempa keyakinan dan penerimaannya atas takdir yang terjadi. Dengan kematian, seseorang diajarkan untuk makin mempersiap diri sebelum dapat giliran juga. 

Setiap jiwa akan menemui yang namanya ajal.

Makassar, 2 Januari 2006 (Catatan dari buku diary 10 tahun yang lalu) 

(Salam taksim untuk guru kami, Ustadz Ramli Mansyur dan alm. anaknya, Suhaib. Kami belajar ikhlas dan tabah darimu. Juga untuk Ustadz Mujetaba atas taujihatnya malam itu).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERQURBAN SEBAGAI BUKTI KETAATAN

Setiap kebaikan sejatinya bisa dilaksanakan kapan saja. Namun berqurban di hari Idul Adha (dan tiga hari setelahnya) adalah momentum istim...