Selasa, 26 Juni 2007

The Last Samurai



Film ini pertama kali aku tonton di kamar teman ketika masih mahasiswa. Saya lupa kapan pastinya. Tapi saat itu saya tinggal di Ramsis (Asrama Mahasiswa) Unhas dan ditonton beramai-ramai di kamar salah seorang teman kami di lantai tiga. Inilah juga kesan tinggal di asrama tersebut. Semuanya tidak seru kalau tidak berjama’ah, (seperti iklan saja; ga ada lo ga rame).

Film ini diproduksi oleh Warner Bros Entertainment Inc. pada tahun 2003, dengan bintang utama Ken Watanabe yang berperan sebagai Katsumoto dan Tom Cruise sebagai Nathan Algren.
The last samurai, menceritakan sebuah epik perjuangan seorang samurai yang berusaha mempertahankan jiwa dan tradisi generasi samurai dari keinginan sang kaisar untuk menghapus samurai dari Jepang. 

Nathan Algren adalah seorang tentara yang memiliki track record dalam perjuangan melawan tentara Indian. Perjuangan yang kemudian selalu menghantuinya dan merasa bersalah atas pembantaian orang-orang Indian yang tak berdaya. Di masa berikutnya karena desakan untuk bertahan hidup maka dia menerima tawaran sebagai tentara bayaran. Dia dikontrak oleh pemerintah Jepang untuk menghabiskan para samurai. Para samurai dianggap menghalangi keinginan dan kebijakan kaisar untuk menjadikan negara Jepang menjadi negara modern dan maju mengikuti negara barat. Dia dicap pemberontak. 

Dalam pertempuran perdana melawan pasukan samurai, Algren tertangkap dengan beberapa luka di tubuhnya. Dia di’tawan’ di perkampungan samurai di atas bukit dan melewati masa penyembuhan yang pedih. Dia dirawat di rumah keluarga Hirotaro, samurai yang sempat dibunuhnya dalam pertempuran itu. Disinilah titik kepedihan Taka, istri Hirotaro, karena harus merawat orang yang membunuh suaminya.

Ada beberap potongan dialog yang membuat saya begitu tergugah. 

Dialog pertama:
Saat Katsumoto, pimpinan generasi samurai terakhir, dikritik.
”Tuanku, kenapa ia kau biarkan hidup? Ia sudah kalan dengan memalukan.”
”Mulai saat ini kita akan mempelajari musuh baru kita”
Sementara di bagian yang lebih awal, Algren juga berkata ketika dia bertanya tentang literatur jepang yang ingin dibacanya.
”Aku tak peduli pada mereka. Aku ingin mengenal musuhku”.
Disini tergambar sebuah bentuk kecakapan seorang leader bagaimana membuat persiapan strategi dalam merencanakan sesuatu. Untuk mengahapi musuh, harus mengetahui kemampuan mereka.

Dialog kedua:
Dialog yang juga begitu berkesan buat saya. Ketika Taka, istri sang samurai Hirohoto, mengungkapkan kepedihan hatinya kepada kakaknya, Katsumoto, bagaimana ia merawat orang yang membunuh suaminya.
”Kakak, usirlah dia. Aku sudah tak tahan.”
”Apa ia kurang ajar padamu?”
”Rasa maluku tak tertahankan. Ijinkan aku bunuh diri.”
”Kau harus menuruti perintahku. Kau ingin aku membunuhnya untuk balas dendammu atas suamimu?”
”Ya.”
”Hirohito mencoba membunuh orang Amerika itu. Itu karmanya.”
”Aku tahu. Maafkan kelemahanku.”

Di sini aku menangkap, minimal dalam film ini, kekuatan jiwa para samurai dalam mengendalikan diri mereka. Antara keinginan pribadi dengan keinginan dan rencana pimpinannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERQURBAN SEBAGAI BUKTI KETAATAN

Setiap kebaikan sejatinya bisa dilaksanakan kapan saja. Namun berqurban di hari Idul Adha (dan tiga hari setelahnya) adalah momentum istim...