Gunung Bambapung, Enrekang
Kita lahir dan akan dikubur
Kita hidup dan akan mati
Tanah kelahiran
Tanah kematian
Semuanya kan kita tinggalkan
Betapaun kita cintai
Setengah mati...
(Aku rindu lagi pulang kampung)
Rabu, 27 Juni 2007
Selasa, 26 Juni 2007
Ramsis dulu...
Asrama Mahasiswa Unhas Foto: Marhaban |
Tapi ada yang tak bisa kami lupakan dari asrama 'tua' ini, yaitu 'kebersamaan'. Kami yang tinggal bersal dari berbagai daerah, berbagai pulau. Juga dari bermacam-macam latar belakang. Untuk konsentrasi studi juga lebih beragam lagi. Hampir semua fakultas, ada mahasiswanya.
Kebersamaan itu sangat terasa pada empat momen:
1. Saat mandi dan mencuci. Apalagi pada pagi hari dan hari Ahad. Hari itu adalah hari mencuci seduania yang juga dirayakan di tempat kami itu.
2. Saat menonton di ruang TV. Walaupun ada yang memiliki TV sendiri di kamarnya, kadang terasa mereka tak seindah jika menonton beramai-ramai di ruang TV tersebut. Apalagi kalau lagi ada tayangan pertandingan bola. O... jangan diharap ruang TV akan sepi. Akan rame...
3. Saat ada 'upeti dari kampung'. Ketika ada warga, istilah penghuni ramsis, yang baru datang dari daerahnya atau kampungnya dan membawa (mesti bawa ;) oleh-oleh. Maka akan terjadi 'penyerbuan besar-besaran' dimana kamar sang pembawa upeti tersebut. Kecuali jika ia dengan sukarela membawanya ke ruang TV, tempat aman untuk 'bertempur' memperebutkan apa saja yang dibawanya.
4. Saat mati lampu. Jika panel lagi rusak, dan lampu padam seluruh asrama, agar tidak sendirian dalam kegelapan, maka carilah makhluk sejenis untuk berbagi cerita.
Begitu indah kenangan saat tinggal di Asrama Mahasiswa itu. Asrama yang tua itu, dulu. Kini dia telah mulai bersolek, dan semoga menjadi rumah yang ramah pulah untuk semua warganya selak. Aku selalu rindu akan kenangan di Ramsis setiap kali melewati Ramsis yang kini cantik.
(Foto Ramsis yang cantik pasca renovasi belum sempat diambil)
The Last Samurai
Film
ini pertama kali aku tonton di kamar teman ketika masih mahasiswa. Saya lupa
kapan pastinya. Tapi saat itu saya tinggal di Ramsis (Asrama Mahasiswa) Unhas
dan ditonton beramai-ramai di kamar salah seorang teman kami di lantai tiga. Inilah
juga kesan tinggal di asrama tersebut. Semuanya tidak seru kalau tidak berjama’ah,
(seperti iklan saja; ga ada lo ga rame).
Film
ini diproduksi oleh Warner Bros Entertainment Inc. pada tahun 2003, dengan
bintang utama Ken Watanabe yang berperan sebagai Katsumoto dan Tom Cruise
sebagai Nathan Algren.
The
last samurai, menceritakan sebuah epik perjuangan seorang samurai yang berusaha
mempertahankan jiwa dan tradisi generasi samurai dari keinginan sang kaisar
untuk menghapus samurai dari Jepang.
Nathan
Algren adalah seorang tentara yang memiliki track record dalam
perjuangan melawan tentara Indian. Perjuangan yang kemudian selalu
menghantuinya dan merasa bersalah atas pembantaian orang-orang Indian yang tak
berdaya. Di masa berikutnya karena desakan untuk bertahan hidup maka dia
menerima tawaran sebagai tentara bayaran. Dia dikontrak oleh pemerintah Jepang
untuk menghabiskan para samurai. Para samurai dianggap menghalangi
keinginan dan kebijakan kaisar untuk menjadikan negara Jepang menjadi negara
modern dan maju mengikuti negara barat. Dia dicap pemberontak.
Dalam pertempuran perdana melawan
pasukan samurai, Algren tertangkap dengan beberapa luka di tubuhnya. Dia
di’tawan’ di perkampungan samurai di atas bukit dan melewati masa penyembuhan
yang pedih. Dia dirawat di rumah keluarga Hirotaro, samurai yang sempat
dibunuhnya dalam pertempuran itu. Disinilah titik kepedihan Taka, istri
Hirotaro, karena harus merawat orang yang membunuh suaminya.
Ada beberap potongan dialog yang
membuat saya begitu tergugah.
Dialog pertama:
Saat Katsumoto, pimpinan generasi
samurai terakhir, dikritik.
”Tuanku, kenapa ia kau biarkan hidup?
Ia sudah kalan dengan memalukan.”
”Mulai saat ini kita akan mempelajari
musuh baru kita”
Sementara di bagian yang lebih awal,
Algren juga berkata ketika dia bertanya tentang literatur jepang yang ingin
dibacanya.
”Aku tak peduli pada mereka. Aku ingin
mengenal musuhku”.
Disini tergambar sebuah bentuk
kecakapan seorang leader bagaimana membuat persiapan strategi dalam
merencanakan sesuatu. Untuk mengahapi musuh, harus mengetahui kemampuan mereka.
Dialog kedua:
Dialog yang juga begitu berkesan buat
saya. Ketika Taka, istri sang samurai Hirohoto, mengungkapkan kepedihan hatinya
kepada kakaknya, Katsumoto, bagaimana ia merawat orang yang membunuh suaminya.
”Kakak, usirlah dia. Aku sudah tak
tahan.”
”Apa ia kurang ajar padamu?”
”Rasa maluku tak tertahankan. Ijinkan
aku bunuh diri.”
”Kau harus menuruti perintahku. Kau
ingin aku membunuhnya untuk balas dendammu atas suamimu?”
”Ya.”
”Hirohito mencoba membunuh orang
Amerika itu. Itu karmanya.”
”Aku tahu. Maafkan kelemahanku.”
Di sini aku menangkap, minimal dalam
film ini, kekuatan jiwa para samurai dalam mengendalikan diri mereka. Antara
keinginan pribadi dengan keinginan dan rencana pimpinannya.
Selasa, 19 Juni 2007
Selamat Jalan
Pagi ini mendung
Saat dia tlah berangkat
Saat mata melepas dia
Pagi ini tak secerah kemarin
Karena mungkin gundah tak bersua lagi
Juga mungkin jika tak kembali
Entah kapan jumpa lagi
Selamat jalan akhuna Rijalul Imam (Ket. Kaderisasi KAMMI Pusat)
Semoga selama di Makassar berkesan buat antum.
Saat dia tlah berangkat
Saat mata melepas dia
Pagi ini tak secerah kemarin
Karena mungkin gundah tak bersua lagi
Juga mungkin jika tak kembali
Entah kapan jumpa lagi
Selamat jalan akhuna Rijalul Imam (Ket. Kaderisasi KAMMI Pusat)
Semoga selama di Makassar berkesan buat antum.
Senin, 18 Juni 2007
Lahir lagi calon muslim negarawan
Setelah berlangsung selama 4 hari pelaksanaan Daurah Marhalah (DM) 3, di hari terakhir itu, hari ahad, 17 Juni 2007 kegiatan tersebut ditutup. Entah kenapa aku merasakan harapan besar kepada mereka dalam wajah-wajah muda yang tenang dan sejuk itu.
Tak tampak wajah lelah walau telah menghabiskan waktu berhari-hari menghabiskan waktu yang mungkin bagi orang lain adalah hal yang remeh. Namun ini merka yakini sebagai sarana latihan, persiapan dan modal untuk menjadi seorang yang berguna bagi masyarakat nanti, menjadi director of change, muslim negarawan. Aku menjadi saksi kisah mereka hari ini untuk 20 tahun yang akan datang.
Tak tampak wajah lelah walau telah menghabiskan waktu berhari-hari menghabiskan waktu yang mungkin bagi orang lain adalah hal yang remeh. Namun ini merka yakini sebagai sarana latihan, persiapan dan modal untuk menjadi seorang yang berguna bagi masyarakat nanti, menjadi director of change, muslim negarawan. Aku menjadi saksi kisah mereka hari ini untuk 20 tahun yang akan datang.
Langganan:
Postingan (Atom)
BERQURBAN SEBAGAI BUKTI KETAATAN
Setiap kebaikan sejatinya bisa dilaksanakan kapan saja. Namun berqurban di hari Idul Adha (dan tiga hari setelahnya) adalah momentum istim...
-
(Klik untuk memperbesar gambar) Indah yang tersembunyi Taman langit menghampar semesta alam Mengabarkan kekuasaanNya dari ...
-
"Jangan melihat hujan dari apa yang jatuh, tapi pada apa yang akan tumbuh." - Agus Noor. Beberapa hari belaka...
-
Lokasi foto: Jalan Brigjen Katamso, Batu Aji, Batam. "Aku mencari tahu apa yang dunia butuhkan. Lalu aku melangkah...